“Diantara tanda kerendahan hati, engkau mengucap salam kepada orang yang engkau jumpai”(Abdullah bin mas’ud radiyallahu anhu)
Salam itu bukan sekedar ucapan biasa. Salam adalah doa kepada kita, yang menjadi simbol kemusliman kita. Ia adalah ucapan yang mengandung cinta dan selaksa rindu. Salam juga wujud dari mata rantai rasa mencintai antara hamba dan Sang Pencipta.
Salam akan mempererat tali ukhuwah dan ketersambungan hati satu sama lain. Dengannya kita akan memperbaharui cinta kita terhadap sesama. Baik yang masih hidup ataupun yang telah tiada. Bukankah Rasulullah menganjurkan salam untuk para ahli kubur? bukankah kita juga disyariatkan untuk mengucap salam kepada Rasulullah di setiap tasyahud kita? Karenanya, salam akan kekal dan Allah akan mencatat kebaikan demi kebaikan di setiap salam yang kita sampaikan terhadap sesama kita.
Salam adalah keutamaan yang penuh dengan keberkahan. Cobalah kita rasakan, bagaimana perasaan kita ketika kita menyampaikan salam atau kita menerima salam dari orang lain. Akan timbul di hati kita perasaan damai dan tenang karenanya. Itulah kekuatan salam yang tidak akan pernah kita temukan dalam kalimat perjumpaan dan perpisahan selainnya. Maka, sudah sewajarnya kita membalas salam orang yang memberi salam kepada kita. Karena begitulah syariat mengharuskan. Lagi pula, sudah selayaknya kita membalas kebaikan dengan kebaikan pula. Membalas ucapan yang berkah dengan ucapan berkah pula.
“Apabila kau diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya atau balaslah penghormatan itu (minimal dengan yang serupa)…” (QS. An-Nisa: 86)
Imam al-qurthubi rahimahullah bertutur, ”ulama sepakat bahwa memulai mengucap salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, sedangkan menjawab salam hukumnya dalah wajib.”
Memberi salam itu haruslah ikhlas dari hati yang terdalam. Diucapkan dengan sepenuh jiwa. Tidak karena mengharap sesuatu, tidak karena memandang jabatan dan kedudukan. Apalagi kalau hanya sekedar basa-basi.
Memberi salam itu haruslah ikhlas dari hati yang terdalam. Diucapkan dengan sepenuh jiwa. Tidak karena mengharap sesuatu, tidak karena memandang jabatan dan kedudukan. Apalagi kalau hanya sekedar basa-basi.
Ketulusan dalam memberi salam adalah cerminan dari kebeningan hati dan kedalaman ilmu. Tidak akan pernah seorang hamba yang baik akan menyepelekan setiap perintah Rabb-nya. Sekecil apa pun perkara yang datang dari Rabbnya pada hakikatnya tak ada yang tak pantas untuk ditinggalkan. Atau, kadang kita menganggap sesuatu hal itu sepele padahal sangat besar perkaranya di hadapan Allah.
Diantara perkara itu adalah salam. Maka, perbaharui salam kita dan niat kita dalam mengucap salam. Bukan sekedar basa-basi dalam kehidupan sosial, tapi juga cerminan dari masyarakat yang menjunjung nilai-nilai ajaran islam yang universal.
Oleh karena itu, Allah menjadikan ucapan salam itu kekal. Bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Karena penduduk surga pun akan menghiasi mulut mereka dengan salam di samping kalimat-kalimat tayyibah lainnya.
“Di sana mereka tidak mengucapkan ucapan yang sia-sia maupun yang menimbulkan dosa, tetapi mendengarkan ucapan salam.” ( QS. Al-Waqiah: 25—26)
Semoga bermanfaat.

